Nganjuk, Koran Memo – Setelah berkas perkara dugaan korupsi tanah kas di Desa Pelem Kecamatan Kertosono dengan tersangka Drs. Bambang Subagio selaku Kepala Desa dan Imam Hidayat sebagai Sekretaris/Carik, sudah dinyatakan lengkap atau P21. Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk langsung menahan kedua pejabat desa itu ke Rutan Kelas II B Nganjuk setelahg menerima pelimpahan dari Unit Tipikor Satreskrim Polres Nganjuk, Rabu (3/6).
“Benar, kedua tersangka langsung kita tahan karena keduanya tidak ada etikat baik untuk mengembalikan uang negara, selain itu kedua tersangka tidak mengakui perbuatannya,” ungkap Kasi Pidana Khusus Kejari Nganjuk, Ketut Sudiarta saat mendampingi Kajari, I Wayan Sumadana kepada sejumlah wartawan.
Kedua tersangka tersebut, kata Ketut, diketahui telah terlibat dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dan penggelapan dalam jabatan penerimaan keuangan Desa Pelem Kecamatan Kertosono, yang dilakukan oleh kedua pejabat desa tersebut, dengan total kerugian negara sebesar Rp 367.622.100. “Dari total kerugian negara, Kades mengaku membawa empat puluh juta rupiah dan Carik membawa tiga belas juta rupiah, sisanya tidak ada yang mengaku membawa,” jelas Ketut.
Diketahui, pihak desa setempat mendapatkan dana dari administrasi penjualan tanah warga kepada PT Sun Moon Star dan hibah atau sumbangan dari pihak ketiga dalam bentuk uang senilai Rp 429.500,600. Selanjutnya uang tersebut digunakan untuk pembangunan tanpa mekanisme sebagaimana tercantum dalam APBDes, juga tidak disertai dengan bukti pengeluaran yang sah, sebesar Rp 61.878.500. “Dari audit yang dilakukan BPKP, diketahui kerugian negara sebesar Rp 367.622.100,” jelas Ketut.
Kelebihan dari dana yang tidak dimasukkan dalam kas desa itu, dibawa oleh Kades sebesar Rp 47.000.000, dan Carik kebagian Rp 13.000.000. Sedangkan sisanya, kedua tersangka saling tuding dan saling tuduh tidak ada yang mau mengakui. “Inilah dasar kami melakukan penahan, karena kedua tersangka tidak mau mengakui perbuatannya,” terang Kasi Pidsus.
Menurut Ketut, kedua tersangka dijerat dengan pasal 2, 3 dan 8 UU RI nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Ancaman hukumannya, minimal 3 tahun dan maksimal 20 tahun penjara. Selain UU Tipikor, tersangka juga dianggap melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Nganjuk nomor 10 tahun 2006 pasal 3 ayat (1), pasal 18 ayat (1), serta pasal 22 ayat (1) tentang keuangan desa.
Sementara, penasehat hukum kedua tersangka, Bambang Sukoco membenarkan jika kliennya ditahan oleh Kejari Nganjuk dalam waktu 20 hari. “Benar, klien saya langsung dijebloskan tahanan, tetapi akan kami upayakan untuk penangguhan penahanannya,” kata Bambang yang ikut mengantar kliennya ke Rutan.
Informasi yang berhasil dihimpun Koran Memo, dugaan penyalahgunaan wewenang dan penggelapan dalam jabatan penerimaan keuangan Desa Pelem Kecamatan Kertosono berawal saat pihak desa mendapat dana administrasi penjualan tanah pihak ketiga sebesar Rp 200.000.000, dan hibah dari PT. Sun Moon Star dalam bentuk uang sejumlah Rp 229.500.600, atau total Rp 429.500,600.
Dana tersebut cair setelah adanya transaksi jual-beli tanah desa setempat yang akan dijadikan kompleks pabrik sepatu milik Hadi Santoso Irawan, warga Perum Darma Husada Indah Utara no.8/U-6 Kelurahan/Kecamatan Mulyorejo, Kodya Surabaya.
Untuk melancarkan bisnisnya, pihak perusahaan mengirimkan orang kepercayaan, Johanes Pranoto, warga Jl.Cempaka Gg 2 Kelurahan Kejambon, Tegal Timur, Kota Tegal untuk mengurus segala kebutuhan transaksi jual beli lahan. Hanya, tidak semua lahan yang dibeli pabrik adalah milik warga.
Usai terjadi kesepakatan, pihak pabrik menghibahkan dana senilai Rp 229.500.600, sebagai kompensasi biaya pembelian tanah, termasuk retribusi untuk kas desa yang dibayarkan melalui tersangka. Dana tersebut oleh tersangka tidak dimasukkan ke kas desa, melainkan dipergunakan untuk kepentingan pribadi Kepala Desa Drs. Bambang Subagio, dengan cara dibagi kepada perangkat desa lain.
Serta, digunakan untuk pembangunan tanpa mekanisme sebagaimana tercantum dalam APBDes, juga tidak disertai dengan bukti pengeluaran yang sah. Dana hibah tersebut merupakan akumulasi dari penjualan tanah kas desa berupa jalan yang melintang di tengah-tengah lokasi pabrik seluas sekitar 829 meter persegi dan “tanah negara bebas” milik Pemkab Nganjuk peninggalan Belanda seluas sekitar 629 meter persegi, yang dulunya pernah disewa pabrik gula (PG) Lestari untuk akses rel lori, pengangkut tebu. Tanah ini berada di tepi jalan raya, memanjang dari Timur ke Barat. Sehingga, sebelum memasuki lokasi pabrik, harus melewati tanah bekas rel lori tersebut. (jie)